Risiko kepatuhan
syariah adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, termasuk
prinsip syariah. Contohnya adalah
pelanggaran ketentuan pasal 61 sampai dengan pasal 66 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah. Pelanggaran atas kepatuhan syariah akan berkonsekuensi pada
sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.
Adapun sebab
terjadinya, risiko kepatuhan dapat bersumber dari perilaku hukum diantaranya adalah perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau melanggar dari ketentuan atas
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan perilaku organisasi, yaitu
perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau bertentangan dari standar
yang berlaku secara umum. Selain itu,
timbulnya risiko kepatuhan dapat juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan
undang-undang dan peraturan, kesalahan dalam mengartikan ketentuan, kurangnya
pengetahuan akan perubahan peraturan, ataupun pengawasan yang tidak memadai
untuk memastikan bahwa persyaratan-persyaratan dipenuhi.
Adapun manajemen
risiko kepatuhan syariah adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, memantau
dan mengendalikan risiko kepatuhan yang timbul dari kegiatan usaha bank
syariah. Tujuan utama
penerapan manajemen risiko kepatuhan ini adalah memastikan bahwa proses manajemen
risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari perilaku bank yang
menyimpang atau melanggar standar yang berlaku secara umum, ketentuan ataupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Organization For Economic Co-Operation Development (OECD) menggambarkan sebuah model yang
mengilustrasikan proses manajemen risiko kepatuhan. Model tersebut menjelaskan
suatu proses manajemen risiko kepatuhan yang dapat diterapkan dalam suatu unit
kerja di sebuah perusahaan. Proses tersebut selaras dengan berbagai literatur
yang digunakan diberbagai negara dan sejalan dengan standar pengelolaan risiko
yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional.
Di Indonesia, proses pengelolaan manajemen risiko
kepatuhan perbankan dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Model yang digunakan
pun selaras dengan model yang digunakan oleh OECD. Dalam pedoman penerapan
manajemen risiko bagi bank umum. Bank Indonesia menjelaskan proses manajemen
risiko kepatuhan, yang intinya adalah penerapan manajemen risiko kepatuhan
dapat dilakukan melaui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko serta dukungan informasi manajemen risiko. Proses-proses manajemen
risiko kepatuhan meliputi:
1. Identifikasi Risiko Kepatuhan
Bank harus melakukan identifikasi dan analisis
terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan,
diantaranya: jenis dan kompleksitas kegiatan usaha bank,
termasuk produk dan aktivitas baru, dan praktik dan standar etika bisnis yang
sehat.
2. Pengukuran
Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat
menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikansi, dan frekuensi pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku atau rekam jejak kepatuhan bank, perilaku yang
mendasari pelanggaran, dan pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara
umum.
Sanksi administratif dan denda yang dikenakan oleh regulator dapat menjadi
parameter risiko kepatuhan, seperti karena keterlambatan pelaporan,
ketidakakuratan laporan dan pelanggaran atas pelaporan bank kepada regulator.
3. Pemantauan
Risiko Kepatuhan
Dalam rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan
dapat terlaksana dengan baik maka hasil identifikasi dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindak
lanjuti dengan melakukan
aktivitas pemantauan. Satuan/unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko
kepatuhan wajib memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi terhadap direksi bank, baik sewaktu-waktu pada
saat terjadinya risiko kepatuhan, maupun secara berkala.
4. Pengendalian
Risiko Kepatuhan
Bank
harus memiliki sistem pengendalian risiko kepatuhan termasuk limit risiko
kepatuhan yang harus diterapkan. Dalam
hal bank memiliki kantor cabang di luar daerah, bank harus memastikan bahwa
bank memiliki tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku didaerah tempat kantor cabang
bank tersebut berada.
Berdasarkan
PDJK46/PDJK.03/2017 tentang pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum, penerapan
manajemen risiko untuk risiko kepatuhan bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan
anak paling kurang mencakup :
1.
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan
Direksi
Dewan
komisaris dan direksi melakukan pengawasan aktif terhadap penerapan manajemen
risiko kepatuhan. Pengawasan aktif tersebut meliputi :
a. Dewan
komisaris memberikan evaluasi terhadap efektivitas penerapan fungsi kepatuhan
dan memberikan saran-saran kepada direktur utama minimal 2 kali dalam setahun.
b. Tugas
utama direksi wajib menumbuhkan budaya kepatuhan yang dalam pelaksanaanya,
strategi dan penerapannya diserahkan kepada direktur yang membawahkan fungsi
kepatuhan.
2.
Kebijakan dan Prosedur
Penerapan
manajemen risiko kepatuhan yang efektif harus didukung dengan kerangka yang
mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko kepatuhan yang ditetapkan
secara jelas sejalan dengan visi, misi, strategi bank.
3.
Sistem Informasi Manajemen Risiko
Kepatuhan
Sebagaimana
manajemen risiko secara umum, maka manajemen risiko kepatuhan dilakukan dalam
empat tahap, yaitu identifikasi, pengukuran, mitigasi, dan pemantauan. Risiko
keptuhan harus dapat diindentifikasi dengan baik melalui pemahaman terhadap
peraturan eksternal yang berlaku dibandingkan dengan produk dan aktivitas yang
dijalankan oleh bank.
Dengan
membandingkan antara ketentuan eksternal dengan produk dan aktivitas bank, maka
dapat diidentifikasi hal-hal berikut :
a. Unit
kerja terkait yang terkena dampak atas ketentuan eksternal dimaksud
b. Dampak
terhadap produk atau aktivitas bank
c. Kebijakan
atau prosedur yang harus disesuaikan
Fungsi
kepatuhan wajib mengkomunikasikan tiga hal tersebut kepada unit bisnis.
4.
Pengendalian Intern Risiko Kepatuhan
Secara umum penegndalian risiko kepatuhan mengacu pada ketentuan
umum manajemen risiko. Satuan kerja kepatuhan adalah unit yang independen dari
satuan kerja lainnya. Dalam pelaksanaan fungsi kepatuhan terkait dengan
pengendalian intern, maka satuan kerja kepatuhan melakukan koordinasi dengan
unit manajemen risiko, audit internal, dan unit pengendali internal lainnya.
5.
Sumber Daya Manusia dan Pelatihan
Direktur yang membawahkan fungsi kepayuhan berkewajiban
mengembangkan sistem penerimaan, pengembangan, dan pelatihan pegawai satuan
kerja kepatuhan termasuk rencana suksesi manajerial untuk memastikan
tersedianya pegawai yang kompeten dibidang manajemen risiko kepatuhan.
Budaya
Kepatuhan
Budaya kepatuhan
adalah nilai, perilaku dan tindakan yang mendukung terciptanya kepatuhan
terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, termasuk prinsip syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Budaya kepatuhan
merupakan salah satu tindakan yang harus dilaksanakan perbankan dalam rangka
mewujudkan fungsi kepatuhan yang diamanatkan dalam POJK 46/POJK.03/2017 Tentang
Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum. Melalui budaya
kepatuhan akan tercipta insan perbankan yang beretika tinggi yang berpengaruh
pada meningkatnya kinerja operasional dan kepercayaan dari stakeholder.
Penyelenggaraan
budaya kepatuhan secara baik dan kontinu merupakan langkah preventif dalam
upaya mitigasi risiko kepatuhan yang berdampak pada risiko kerugian dan
reputasi bank serta penurunan kepercayaan masyarakat. Untuk mewujudkan budaya
kepatuhan sangat dipengaruhi oleh pemimpin yang bertanggungjawab dan menjadi role model bagi seluruh pegawai,
kepedulian dan komitmen yang tinggi dari seluruh pegawai, maupun masukan
perbaikan dari pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
Untuk
menciptakan budaya kepatuhan dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain
berupa:
1. Komitmen
Manajemen
Terciptanya
budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank merupakan tugas dna tanggung
jawab direksi bank tersebut. Direksi bank wajib menumbuhkan dan mewujudkan terlaksananya
budaya kepatuhan pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank. Dalam
rangka mewujudkan terlaksananya budaya kepatuhan tersebut, direksi
mendeklarasikan komitmen serta komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang
organisasi untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2. Komitmen
Satuan Kerja Kepatuhan
Terciptanya
budaya kepatuhan pda seluruh kegiatan usaha bank juga merupakan tugas dan
tanggungjawab satuan kerja kepatuhan yang ada dalam bank tersebut. satuan kerja
kepatuhan bertanggung jawab untuk membuat langkah-langkah dalam rangka
mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank pada
setiap jenjang tertentu.
Laporan
Kepatuhan
Direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan wajib menyampaikan laporan kepatuhan kepada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang pelaksanaan tugasnya. Laporan kepatuhan
tersebut disampaikan secara semesteran dan harus diterima paling lambat 1
(satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir dengan tembusan kepada Dewan
Komisaris dan Direktur Utama. Laporan kepatuhan disajikan secara komparatif
dalam 2 (dua) periode laporan dan paling kurang terdiri dari:
1) Pelaksanaan
tugas fungsi kepatuhan
2) Risiko
kepatuhan yang dihadapi
3) Potensi
risiko kepatuhan yang diperkirakan akan dihadapi ke depan
4) Mitigasi
risiko kepatuhan yang telah dilaksanakan
Pelaksaaan
tugas fungsi kepatuhan umumnya berisi:
a. Kegiatan
terkait budaya kepatuhan seperti pelatihan dan sosialisasi yang dilaksanakan
unit kepatuhan dan yang diikuti oleh unti kepatuhan.
b. Kecukupan
dari ketentuan internal, seperti hasil review ketentuan internal dibidang
perkreditan/pembiayaan dan bidang lainnya.
c. Pemenuhan
komitmen bank terhadap regulator, seperti komitmen atas hasil pemeriksaan OJK
d. Kegiatan
lainnya, seperti pelaksanaan Good
Corporate Goverment.
Bank
yang tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan kepatuhan dapat dikenakan
sanksi administratif antara lain berupa:
1) Teguran
tertulis
2) Penurunan
tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian
tingkat kesehatan bank
3) Larangan
untuk turut serta dalam kegiatan kliring
4) Pembekuan
kegiatan usaha tertentu
5) Pemberhentian
pengurus bank
Komentar
Posting Komentar