MANAJEMEN DANA BANK, SUMBER DANA BANK DAN ALOKASI DANA BANK

Gambar
Bank sebagai suatu perusahaan tentunya sangat memperhatikan manajemen yang ada di dalamnya, baik manajemen sumber daya manusianya maupun manajemen lainnya termasuk manajemen dana yang diperolehnya. Ngomong-ngomong , kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai manajemen dananya, baik sumbernya maupun alokasi dananya. Manajemen adalah ilmu atau seni dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Dana dapat diartikan sebagai kas ataupun modal kerja. Maksudnya dana sebagai kas disini adalah dana langsung dapat menjadi uang tunai saat dibutuhkan. Sedangkan dana sebagai modal kerja adalah dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Menurut Kamus Bebas Bahasa Indonesia (KBBI), dana adalah uang yang disediakan untuk suatu keperluan. Adapun manajemen dana bank adalah upaya yang dilakukan oleh bank dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas  funding  untuk disalurkan kepada aktivitas  financing. Sebagaimana halnya bank...

RESIKO KEPATUHAN SYARIAH

Risiko kepatuhan syariah adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, termasuk prinsip syariah. Contohnya adalah pelanggaran ketentuan pasal 61 sampai dengan pasal 66 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Pelanggaran atas kepatuhan syariah akan berkonsekuensi pada sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.
Adapun sebab terjadinya, risiko kepatuhan dapat bersumber dari perilaku hukum diantaranya adalah perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau melanggar dari ketentuan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan perilaku organisasi, yaitu perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau bertentangan dari standar yang berlaku secara umum. Selain itu, timbulnya risiko kepatuhan dapat juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan undang-undang dan peraturan, kesalahan dalam mengartikan ketentuan, kurangnya pengetahuan akan perubahan peraturan, ataupun pengawasan yang tidak memadai untuk memastikan bahwa persyaratan-persyaratan dipenuhi.
Adapun manajemen risiko kepatuhan syariah adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kepatuhan yang timbul dari kegiatan usaha bank syariah. Tujuan utama penerapan manajemen risiko kepatuhan ini adalah memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari perilaku bank yang menyimpang atau melanggar standar yang berlaku secara umum, ketentuan ataupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Organization For Economic Co-Operation Development (OECD) menggambarkan sebuah model yang mengilustrasikan proses manajemen risiko kepatuhan. Model tersebut menjelaskan suatu proses manajemen risiko kepatuhan yang dapat diterapkan dalam suatu unit kerja di sebuah perusahaan. Proses tersebut selaras dengan berbagai literatur yang digunakan diberbagai negara dan sejalan dengan standar pengelolaan risiko yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional.
Di Indonesia, proses pengelolaan manajemen risiko kepatuhan perbankan dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Model yang digunakan pun selaras dengan model yang digunakan oleh OECD. Dalam pedoman penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Bank Indonesia menjelaskan proses manajemen risiko kepatuhan, yang intinya adalah penerapan manajemen risiko kepatuhan dapat dilakukan melaui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta dukungan informasi manajemen risiko. Proses-proses manajemen risiko kepatuhan meliputi:
1.      Identifikasi Risiko Kepatuhan
Bank harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan, diantaranya: jenis dan kompleksitas kegiatan usaha bank, termasuk produk dan aktivitas baru, dan praktik dan standar etika bisnis yang sehat.
2.      Pengukuran Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikansi, dan frekuensi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku atau rekam jejak kepatuhan bank, perilaku yang mendasari pelanggaran, dan pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara umum. Sanksi administratif dan denda yang dikenakan oleh regulator dapat menjadi parameter risiko kepatuhan, seperti karena keterlambatan pelaporan, ketidakakuratan laporan dan pelanggaran atas pelaporan bank kepada regulator.
3.      Pemantauan Risiko Kepatuhan
Dalam rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dapat terlaksana dengan baik maka hasil identifikasi dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindak lanjuti dengan melakukan aktivitas pemantauan. Satuan/unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko kepatuhan wajib memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi terhadap direksi bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan, maupun secara berkala.
4.      Pengendalian Risiko Kepatuhan
Bank harus memiliki sistem pengendalian risiko kepatuhan termasuk limit risiko kepatuhan yang harus diterapkan. Dalam hal bank memiliki kantor cabang di luar daerah, bank harus memastikan bahwa bank memiliki tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku didaerah tempat kantor cabang bank tersebut berada.

Berdasarkan PDJK46/PDJK.03/2017 tentang pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum, penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling kurang mencakup :
1.         Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Dewan komisaris dan direksi melakukan pengawasan aktif terhadap penerapan manajemen risiko kepatuhan. Pengawasan aktif tersebut meliputi :
a.       Dewan komisaris memberikan evaluasi terhadap efektivitas penerapan fungsi kepatuhan dan memberikan saran-saran kepada direktur utama minimal 2 kali dalam setahun.
b.      Tugas utama direksi wajib menumbuhkan budaya kepatuhan yang dalam pelaksanaanya, strategi dan penerapannya diserahkan kepada direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan.
2.         Kebijakan dan Prosedur
                 Penerapan manajemen risiko kepatuhan yang efektif harus didukung dengan kerangka yang mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko kepatuhan yang ditetapkan secara jelas sejalan dengan visi, misi, strategi bank.
3.         Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
                 Sebagaimana manajemen risiko secara umum, maka manajemen risiko kepatuhan dilakukan dalam empat tahap, yaitu identifikasi, pengukuran, mitigasi, dan pemantauan. Risiko keptuhan harus dapat diindentifikasi dengan baik melalui pemahaman terhadap peraturan eksternal yang berlaku dibandingkan dengan produk dan aktivitas yang dijalankan oleh bank.
Dengan membandingkan antara ketentuan eksternal dengan produk dan aktivitas bank, maka dapat diidentifikasi hal-hal berikut :
a.       Unit kerja terkait yang terkena dampak atas ketentuan eksternal dimaksud
b.      Dampak terhadap produk atau aktivitas bank
c.       Kebijakan atau prosedur yang harus disesuaikan
Fungsi kepatuhan wajib mengkomunikasikan tiga hal tersebut kepada unit bisnis.
4.         Pengendalian Intern Risiko Kepatuhan
     Secara umum penegndalian risiko kepatuhan mengacu pada ketentuan umum manajemen risiko. Satuan kerja kepatuhan adalah unit yang independen dari satuan kerja lainnya. Dalam pelaksanaan fungsi kepatuhan terkait dengan pengendalian intern, maka satuan kerja kepatuhan melakukan koordinasi dengan unit manajemen risiko, audit internal, dan unit pengendali internal lainnya.
5.         Sumber Daya Manusia dan Pelatihan
     Direktur yang membawahkan fungsi kepayuhan berkewajiban mengembangkan sistem penerimaan, pengembangan, dan pelatihan pegawai satuan kerja kepatuhan termasuk rencana suksesi manajerial untuk memastikan tersedianya pegawai yang kompeten dibidang manajemen risiko kepatuhan.

Budaya Kepatuhan
Budaya kepatuhan adalah nilai, perilaku dan tindakan yang mendukung terciptanya kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 
Budaya kepatuhan merupakan salah satu tindakan yang harus dilaksanakan perbankan dalam rangka mewujudkan fungsi kepatuhan yang diamanatkan dalam POJK 46/POJK.03/2017 Tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum. Melalui budaya kepatuhan akan tercipta insan perbankan yang beretika tinggi yang berpengaruh pada meningkatnya kinerja operasional dan kepercayaan dari stakeholder
Penyelenggaraan budaya kepatuhan secara baik dan kontinu merupakan langkah preventif dalam upaya mitigasi risiko kepatuhan yang berdampak pada risiko kerugian dan reputasi bank serta penurunan kepercayaan masyarakat. Untuk mewujudkan budaya kepatuhan sangat dipengaruhi oleh pemimpin yang bertanggungjawab dan menjadi role model bagi seluruh pegawai, kepedulian dan komitmen yang tinggi dari seluruh pegawai, maupun masukan perbaikan dari pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
Untuk menciptakan budaya kepatuhan dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain berupa:
1.      Komitmen Manajemen
Terciptanya budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank merupakan tugas dna tanggung jawab direksi bank tersebut. Direksi bank wajib menumbuhkan dan mewujudkan terlaksananya budaya kepatuhan pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank. Dalam rangka mewujudkan terlaksananya budaya kepatuhan tersebut, direksi mendeklarasikan komitmen serta komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2.      Komitmen Satuan Kerja Kepatuhan
Terciptanya budaya kepatuhan pda seluruh kegiatan usaha bank juga merupakan tugas dan tanggungjawab satuan kerja kepatuhan yang ada dalam bank tersebut. satuan kerja kepatuhan bertanggung jawab untuk membuat langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank pada setiap jenjang tertentu.

Laporan Kepatuhan
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan wajib menyampaikan laporan kepatuhan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang pelaksanaan tugasnya. Laporan kepatuhan tersebut disampaikan secara semesteran dan harus diterima paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir dengan tembusan kepada Dewan Komisaris dan Direktur Utama. Laporan kepatuhan disajikan secara komparatif dalam 2 (dua) periode laporan dan paling kurang terdiri dari:
1)      Pelaksanaan tugas fungsi kepatuhan
2)      Risiko kepatuhan yang dihadapi
3)      Potensi risiko kepatuhan yang diperkirakan akan dihadapi ke depan
4)      Mitigasi risiko kepatuhan yang telah dilaksanakan

Pelaksaaan tugas fungsi kepatuhan umumnya berisi:
a.       Kegiatan terkait budaya kepatuhan seperti pelatihan dan sosialisasi yang dilaksanakan unit kepatuhan dan yang diikuti oleh unti kepatuhan.
b.      Kecukupan dari ketentuan internal, seperti hasil review ketentuan internal dibidang perkreditan/pembiayaan dan bidang lainnya.
c.       Pemenuhan komitmen bank terhadap regulator, seperti komitmen atas hasil pemeriksaan OJK
d.      Kegiatan lainnya, seperti pelaksanaan Good Corporate Goverment.
Bank yang tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan kepatuhan dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa:
1)      Teguran tertulis
2)      Penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank
3)      Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring
4)      Pembekuan kegiatan usaha tertentu
5)      Pemberhentian pengurus bank


Sumber:
Ikatan Bankir Indonesia, Menguasai Fungsi Kepatuhan Bank (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018).
Muammar Arafat Yusmad,  Aspek Hukum Perbankan Syariah dari Teori ke Praktik (Yogyakarta: Deepublish, 2018).
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN DANA BANK, SUMBER DANA BANK DAN ALOKASI DANA BANK

Makalah Model Penelitian Politik

Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26 dan Pasal 4 ayat 2