ABU YUSUF, TOKOH EKONOMI ISLAM YANG MEMPERHATIKAN MASALAH EKONOMI
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansari. Ia lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). Dari nasab ibunya, ia masih mempunyai hubungan darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah Saw, Sa’ad Al- Anshari. Meski terlahir dari keluarga yang tergolong miskin, keinginannya untuk menuntut ilmu sangatlah besar terlebih ia tinggal di Kufah yang mana pada saat itu merupakan pusat peradaban islam,tempat dimana para cendikiawan muslim dari berbagai dunia datang untuk saling bertukar pikiran dalam bidang keilmuan.
Tekad kuatnya dalam menimba ilmu terlihat ketika Abu Yusuf menimba berbagai ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu Muhammad Atho bin as-Saib Al-Kufi, Sulaiman bin Mahran Al-A’masy, Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, Muhammad bin Ishaq bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah Selain itu, ia juga menuntut ilmu kepada Abu Hanifa. Abu yusuf terkenal sebagai murid terkemuka dari abu Hanifah. Menurut penuturannya, beliau menjadi murid Abu Hanifah selama 17 tahun dan sejumlah ulama terkemuka pada masa itu. Beliau juga tercatat sebagai murid dari Ibn abi Laila, Imam malik dan sejumlah ulama lainnya.
Abu yusuf menjadi tokoh pelopor dalam penyebaran dan pengembangan mazhab Hanafi. Berkat bimbingan gurunya, serta ketekunan dan kecerdasanya, Abu Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat dihormati diberbagai kalangan, baik ulama, penguasa maupun masyarakat umum. Disisi lain, Sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, Khalifah Abbasiyah Harun ar-Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua mahkamah agung (Qadhi Al-Qudhah).
Karya-Karya Abu Yusuf
1. Kitab Al-Kharaj yang
merupakan kitab pertama Daulah Islamiyah dan pos-pos pengeluaran berdasarkan
kitabullah dan sunnah Rasul. Kitab ini ditulis atas permintaan Khalifah Harun
ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan Negara dari
kharaj, Ushr, Zakat dan Jizyah. Kitab al-Kharaj mencangkup berbagai bidang
antara lain:
- Tentang Pemerintah
: Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat,
Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fiqh yaitu Tassaruf al-Imam ala Ra’iyyah
Manutun Bi al-Maslahah. Maksudnya adalah setiap tindakan pemerintah yang
berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka.
- Tentang Keuangan : Menurut
Abu Yusuf, Uang Negara itu bukan milik Khalifah, tetapi amanat Allah dan
rakyatmya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
- Tentang Pertanahan
: Dalam hal pertanahan ini, tanah yang diperoleh dari pemberian dapat
ditarik kembal jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada
oranglain.
- Tentang Perpajakan
: Pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan
ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.
- Tentang Peradilan : Hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan keadilan.
2. Al-Jawami : Buku ini sengaja ditulis untuk Yahya bin Khalid. Di dalamnya dibicarakan perdebatan tentang ra’yu dan rasio
3. Kitab Al-Atsar : Kitab ini adalah kitab yang menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan dari para gurunya dan juga ayahnya.
4. Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibni Abi Laila
5. Kitab al-Radd ala Siyar al-Auza’i : Kitab ini memuat beberapa pendapat dan pandangan Abu Yusuf tentang beberapa hukum islam yang merupakan himpunan dari kritikan dan sanggahan-sanggahan beliau terhadap pendapat al-Auza’i di seputar perang dan jihad.
6. Kitab Adabu al-Qadhi : Kitab Adabu al-Qadhi adalah kitab yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang hakim(Qadhi).
7. Kitab al-Maharij fi al-Haili : Kitab ini adalah kitab yang memuat tentang kajian biologi,tentang binatang binatang dan segala hal yang berkaitan dengan itu.
Pemikiran Ekonomi Islam
Abu Yusuf
Abu Yusuf cenderung
memaparkan berbagai pemikiran ekonominya berdasarkan analisis qiyasyang
didahului dengan melakukan kajian mendalam terhadap Al-Qur’an, Hadis
Nabi, atsar shahabi, serta praktik para penguasa yang saleh.
Pemikiran ekonomi islam beliau adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan Fiskal
Abu Yusuf merupakan
ahli fiqih pertama yang mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ekonomi.
Tema yang kerap menjadi sorotan dalam kitabnya adalah terletak pada tanggung
jawab ekonomi penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, pentingnya
keadilan, pemerataan dalam pajak serta kewajiban penguasa untuk menghargai uang
publik sebagai amanah yang harus digunakan sebaik-baiknya.
Ia pun dikenal sebagai
penulis pertama buku perpajakan yakni kitab al-kharaj. Kitab ini sebagaimana
dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas permintaan dari penguasa pada
zamannya yakni khalifah Harun Al-Rasyid, dengan tujuan menghindari kezaliman
yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan bagi penguasa. Tulisan
ini mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah bagian tak terpisahkan dari seni dan
manajemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat
pada pemerintah untuk mensejahterakan mereka.
Abu Yusuf menentang
keras pajak pertanian. Ia menyarankan supaya petugas pajak diberi gaji.
Tindakan mereka harus selalu diawasi untuk mencegah terjadinya penyelewengan
seperti korupsi dan praktik penindasan.
2. Keuangan Publik
Kekuatan utama dari pemikiran Abu Yusuf terletak pada area keuangan publik (Public Finance). Dia telah memberikan saran mengenai bagaimana mencapai perkembangan pendapatan pemerintah jangka panjang dengan membangun jembatan dan dam-dam, serta menggali kanal-kanal besar maupun kecil.
Secara umum, penerimaan Negara dalam Daulah islamiyah yang ditulis Abu Yusuf dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu ghanimah, sadaqah dan harta fay’. Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslimin dari harta orang kafir melalui peperangan. Harta tersebut biasa nya berupa uang, senjata, barang-barang dagangan, bahan pangan, dan lain-lain. Harta ghanimah kaum muslimin yang pertama kali adalah ghanimah Abdullah ibn jahsyi. Ghanimah tersebut berupa sebagian unta quraisy yang membawa perbekalan logistik dan barang dagangan. Peristiwa ini terjadi pada bulan jamadi al-sani, tahun kedua hijriyah. Abu Yusuf menyebutkan masalah ghanimah diawal pembahasan tentang dan pemasukan negara. Boleh jadi pada masa itu proses ekspansi wilayah masih berjalan sekalipun tidak terlalu besar. Oleh karena itu, pemasukan dari ghanimah tetap ada dan menjadi bagian yang penting dari keuangan publik. Akan tetapi, karena sifatnya yang tidak rutin, maka pos ini dapat di golongkan sebagai pemasukan yang tidak tetap bagi negara. Abu Yusuf mengatakan jika ghanimah didapat sebagai hasil pertempuran dengan pihak musuh, maka harus dibagikan sesuai panduan dalam al-qur’an, surat al-anfal ayat 41: “ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya perlima untuk Allah, Rosul, kerabat rosul, anak-anak yatim, orang-orang miskin IbnuSabil, jika kamu beriman kepada allah dan kepada. Yang kami turunkan kepada hamba kami (muhammad) dihari furqaan, yaitu dihari bertemunya duapasukan. Dan allah maha kuasa atas segala sesuatu". Pembagian khums ini memberikan 1/5 atau 20% dari total rampasan untuk allah dan rasul- nya serta orang-orang miskin dan kerabat sedangakan sisanya adalah saham bagi yang ikut berperang.
Zakat tetap menjadi
salah satu sumber keuangan negara pada saat itu. Akan tetapi, beliau tidak
membahas secara rinci tentang hukum-hukum zakat yang biasa dilakukan oleh ulama
fiqih. Beliau hanya menjelaskan secara global. Uraiannya dalam masalah zakat
banyak menyinggung persoalan keadilan secara umum. Dalam persoalan zakat
pertanian dan ketentuan sebagai berikut, yaitu jika pengelolaan tanah teknik
irigasi maka zakat adalah nisf al-usyr (5%), sedangkan kalau pengelolaannya
menggunakan irigasi tadah hujan, maka zakatnya adalah usyr atau 10%. Dalam
beberapa riwayat, bea cukai antara pedagang muslim Ahlu Dzimmah dan Ahlu Harb
dibedakan. Pedagang muslim dikenakan rub’ul usyr (2,5%), Ahlu Dzimmzh Nisf
al-Usyr (5%) dan Ahlul Harb Usyr (10%). Objek zakat yang menjadi perhatiannya
adalah zakat dari hasil mineral atau barang tambang lainnya. Abu yusuf dan
ulama hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang tersebut,
tarifnya seperti ghanimah, yaitu 1/5 atau 20% dari total produksi.
Fay’ adalah segala
sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari harta orang kafir tanpa peperangan,
termasuk harta yang mengikuti-nya, yaitu kharaj, jizyah dan usyur merupakan
harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan di simpan dalam bait
al-mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap
bagi negara, harta tersebut dapat di belanjakan untuk memelihara dan mewujudkan
kemaslahatan mereka. Penerimaan-penerimaan tersebut digunakan untuk
membiayai aktivitas pemerintah. Akan tetapi, Abu Yusuf tetap memperingatkan
khalifah untuk menganggap sumber daya suatu amanah dari Tuhan yang akan
dimintai pertanggungjawabannya.
3. Teori Perpajakan
Abu yusuf telah
meletakan prinsip-prinsip yang jelas berabad-abad yang lalu dalam hal pajak
yang dikenal oleh para ahli sebagai Canons of taxation.
Prinsip yang ditekankan diantaranya kesanggupan membayar, pemberian waktu yang
longgar bagi pembayar pajak, dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam
administrasi pajak. Dalam penetapan pajak, abu yusuf cenderung menyetujui Negara
mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa
dari lahan pertanian. Menurutnya ini cara yang lebih adil dan akan memberikan
hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas
tanah garapan. Ia lebih merekomendasikan menggunakan system Muqasamah (Proporsional
Tax) dari pada system Misahah (Fixed Tax).
Pada masa pemerintahan
khalifah Al-Mahdi system muqasamah telah diterapkan, namun presentasi bagian
Negara dianggap terlalu tinggi oleh petani. Abu Yusuf mengadopsi system muqasamah tersebut
dengan tidak membebani para petani. System Misahah dianggap
tidak efisien dan tidak relefan dimasa hidupnya. Ia menunjukan pada masa
pemerintahan khalifah Umar, system Misahah digunakan, sebagian tanah
ditanami dan sebagian kecil tidak bisa ditanami diklasifikasikan menjadi satu
kategori dan kharaj yang dikumpulkan dari tanah yang
tidak ditanami.
Pada masa Abu Yusuf ada
wilayah yang tidak ditanami selama ratusan tahun dan petani tidak mempunyai
kemampuan menghidupkanya. Dalam situasi ini, Abu Yusuf menunjukan bahwa jumlah
pajak yang pasti berdasarkan ukuran tanah (baik yang ditanami ataupun tidak) dibenarkan
jika tanah tersebut subur. Dan tidak dibenarkan membebani pajak tanpa
mempertimbangkan kesuburan tanah tersebut, yang akan mempengaruhi para pemilik
tanah yang tidak subur.
Yang paling utama dalam
menentang system Misahah yaitu tidak adanya ketentuan pajak
dikumpulkan dalam jumlah uang atau barang tertentu. Perubahan harga gandum
cenderung membuat para pembayar pajak dan penguasa cemas. Ia mengatakan,
“Jika harga-harga
gandum turun, pembebanan pajak dalam bentuk sejumlah uang tertentu (sebagai pengganti
dari sejumlah gandum tersebut) akan melampaui kemampuan para petani. Disisi
lain, pajak dalam sejumlah barang tertentu akan membuat pemerintah mengalami
deficit karena menerima pendapatan yang rendah dan sebagai konsekuensinya,
biaya-biaya pemerintah akan terpengaruh.”
Apabila harga gandum
turun dan pendapatan kharaj berbentuk sejumlah gandum,
perbendaharan Negara secara moneter mengalami kerugian, karena pemasukan yang
rendah ditambah lagi menjual sejumlah gandum dengan harga yang lebih rendah.
Pemerintah membayar belanja Negara sebagian besar dalam bentuk uang , yang akan
turut mempengaruhi pendapatan pajak. Jika penguasa memaksa para petani untuk
membayar sejumlah uang maka hal tersebut akan membebani mereka yang akan
menderita secara moneter.
Jika harga gandum
tinggi, beban pajak dalam bentuk sejumlah barang akan menguntungkan keuangan
Negara. Sementara itu, para petani lebih suka membayar pajak dalam bentuk uang
karena mereka hanya membayar dalam jumlah gandum yang lebih sedikit. Dalam
system Misahah pajak dipungut dalam bentuk uang atau barang,
memiliki implikasi yang serius terhadap pemerintah maupun para petani dan
ketika terjadi fluktuasi harga bahan makanan maka akan memberikan pengaruh yang
negative antar keduanya.
Menurutnya system Muqasamah terbebas
dari fluktuasi harga. Ia menekankan bahwa metode penetapan pajak secara
proporsional dapat meningkatkan pendapatan Negara dan pajak tanah, serta
mendorong petani untuk meningkatkan produksinya. System Muqasamah lebih
mengutamakan hasil daripada tanah sebagai dasar pajak.
Terhadap administrasi
keuangan, Abu Yusuf lebih menekankan pada sifat administrasi pajak yang
berpusat pada penilaian yang kritis terhadap lembaga Qobalah, yaitu
system pengumpulan pajak pertanian dengan cara pihak yang menjadi penjamin
serta membayar lumpsum kepada Negara ,maka penjamin tersebut memperoleh hak
untuk mengumpulkan kharaj dari petani yang menyewa tanah tersebut, sewa
tersebut tentu lebih tinggi dari pada sewa yang diberikan kepada Negara. Abu
Yusuf meminta agar pemerintah segera menghentikan praktek system Qabalah sebab
biasanya pihak penjamin mengenakan pajak yang melebihi kemampuan para petani.
Ia menolak system Qobalah sebab bertentangan dengan
prinsip-prinsip keadilan dan mengabaikan kemampuan membayar.
Biasanya para penjamin
memberikan beban tambahan terhadap para petani. Abu Yusuf pun berpendapat bahwa
perlakuan kasar terhadap para petani dan pengenaan pajak illegal kepada mereka
tidak saja akan merusak produksi pertanian, tetapi juga pendapatan Negara yang
mayoritas berasal dari pajak kharaj. Selain itu, Abu Yusuf
menentang pengenaan tingkat pajak yang berbeda-beda yang dilakukan oleh
pemungut pajak. Ia menyatakan secara pasti bahwa tidak ada seorang
administrator pajak yang diberi wewenang untuk membebaskan seseorang dari
kewajiban kharaj tanpa memiliki kewenangan umum untuk
melakukanya. Untuk melindungi keuangan para pembayar pajak dan menjamin
pendapatan Negara, Abu Yusuf meminta kepada pemerintah untuk melakukan survey
secara tepat terhadap tanah dan nilai barang yang dikenakan pajak.
Untuk mencapai prinsip
keadilan dalam administrasi pajak, ia menyarankan agar pemerintah
membedakan antara tanah yang tandus dan tanah yang subur. Dalam hal terjadi
instabilitas harga-harga bahan makanan, Abu Yusuf menyarankan agar bahan
makanan dijual dan harganya dibagi secara proporsional, sehingga tidak
berdampak negative terhadap para pembayar pajak dan perbendaharaan Negara.
4. Mekanisme Pasar
Menurut Abu Yusuf,
sistem ekonomi islam menjelaskan mengikuti prinsip mekanisme pasar dengan
memberikan kebebasan yang optimal bagi produsen dan konsumen. Pengendalian
harga menjadi point kontroversionaldari pemikiran beliau. Hal ini
disebabkan penentangan beliau pada penguasa yang menentukan harga dan
argumennya ini didasarkan pada sunnah Rasul saw. Adapun penguasa periode
tersebut secara umum menyelesaiakan permasalahan harga yang meningkat dengan
cara peningkatan persediaan dari makanan pokok dan mereka menghindari
pengontrolan harga.
Abu Yusuf menentang
penguasa yang menetapkan harga. Menurutnya, hasil panen yang berlimpah bukan
alasan untuk menurunkan harga panen dan sebaliknya. Fenomena yang terjadi pada
masa itu adalah saat terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan naik,
sedangkan saat persediaan barang melimpah, maka harga cenderung turun.
Pemahaman yang terjadi ini tentang hubungan harga dan kuantitas hanya
memperhatikan kurva demand. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan
teori permintaan, yaitu teori yang menyatakan bila harga komoditi naik maka
akan direspon oleh penurunan jumlah komoditi yang dibeli. Apabila harga
komoditi turun maka akan direspon oleh konsumen dengan meningkatkan jumlah
komoditi yang dibeli.
Fenomena inilah yang
kemudian dikritisi oleh Abu Yusuf. Ia membantah pemahaman seperti ini, karena
pada kenyataannya tidak selalu terjadi bahwa bila persediaan barang sedikit
maka akan mahal dan sebaliknya. Abu Yusuf mengatakan bahwa kadang-kadang
makananberlimpah tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit
tetapi murah.Menurut beliau, dapat saja harga-harga tetap mahal sementara harga
akan murah meskipun persediaan barang berkurang. Abu Yusuf menyangkal pendapat
umum mengenai hubungan terbalik antara persediaan barang dan harga, karena pada
kenyataannya, harga tidak tergantung pada permintaan saja, tetapi juga
tergantung pada kekuatan penawaran.
Dalam hukum penawaran
terhadap barang yang dikatakan bahwa hubungan antara harga dengan banyaknya
komoditi yang ditawarkan mempunyai kemiripan positif. Formulasi ini menunjukkan
bahwa pengaruh harga terhadap jumlah permintaan adalah positif. Apabila P naik
maka Q naik, apabila P turun maka Q turun. Jadi dapat disimpulan bahwa bila
harga naik, maka jumlah yang ditawarkan akan naik dan bila harga turun, maka
jumlah yang ditawarkan pun juga akan turun.
Abu Yusuf mengatakan
bahwa tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan.
Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak diketahui. Murah bukan
karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan
makanan murah dan mahal merupakan ketentuan Allah.
Sumber:
Adiwarman Azwar
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta:Kepala Gading
Permai, 2006).
Biografi Abu Yusuf (PakarEkonomi Islam), diakses
dari http://www.referensimakalah.com/2012/07/biografi-abu-yusuf-pakar-ekonomi-islam.html
Nur Chamid, Jejak
langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010).
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar